Saudaraku, Inspirasiku
Windriani Budiningsih 8D
Dilihat arloji ditangan kirinya,
ternyata sudah pukul 15.50 Aryani menunggu ditempat itu. Ditunggu-tunggunya
kedatangan Tiara, tetapi sudah satu jam lamanya tiara tak kunjung dating juga.
Sebenarnya Aryani sudah ingin pergi dari tempat itu, karena sudah terlalu lama
menunggu dan ia menjadi sangat bosan, tetapi Aryani juga bingung dan khawatir jika
Aryani pergi dari tempat itu. Nanti bagaimana dengan Tiara, jika Tiara
mencari-cari dirinya. Karena Tiara baru saja dating ke Jakarta dan belum tau
seluk-beluk kota Jakarta. Tiara adalah siswa kelas 1 SMA disalah satu SMA di
Pekalongan. Waktu Aryani sedang menunggu Tiara, tiba-tiba datang seorang
laki-laki berjaket hitam dan bercelana hitam panjang dengan memakai topi. Jika
dilihat dari usianya sih 20 tahun ke atas. Kemudian laki-laki itu duduk
disamping Aryani, senyum manis mengembang dari bibirnya. Dikeluarkan satu
bungkus roti dari tasnya kemudian ditawarkan kepada Aryani.
“Apakah Adik ingin roti ini?”, Tanya
laki-laki itu pada Aryani.
“Oh tidak, terima kasih.”, Balas
Aryani.
Lelaki itu pun segera memasukan
kembali rotinya kedalam tas. Mungkin karena dia merasa malu atau tidak enak
jika dia yang memakan rotinya sendirian. Suasana hening tercipta ditempat itu.
Tak lama kemudian, lelaki itu mengajak berbicara dengan Aryani. Sebenarnya
Aryani merasa canggung dan sangat bingung, karena ia tidak terbiasa berbicara
dengan orang yang belum ia kenal. Jika Aryani tak menjawab dikira ia cewek yang
sombong. Akhirnya, ia pun menjawab ala kadarnya saja. Setelah sekain lama
akhirnya Aryani beranjak pergi dari tempat itu, biar saja nanti Aryani yang
memberikan alamat rumahnya kepada Tiara melalui telepon. Dengan rasa hormat
Aryani kepada lelaki itu, ia pun memohon diri untuk pergi.
“Mari, saya tinggal terlebih dahulu.”,
Ujar Aryani.
“Oh iya, apa perlu saya antar?”, Tanya
lelaki itu.
“Oh tidak, terima kasih.”, Jawab
Aryani.
Aryani pun cepat-cepat bergagas dari
tempat itu dan meninggalkan lelaki itu disana. Baru 5 langkah ia beranjak dari
tempat itu, tiba-tiba terdengar ada yang memanggil dirinya. Aryani pun
berfikir, perasaan tidak ada seorang pun disana kecuali lelaki itu. Tetapi,
lelaki itu juga belum tau tentang dirinya dan namanya. Ia pun segera menengok
ke belakang, dari mana sumber suara itu berasal. Tak disangka ternyata orang
itu adalah orang yang ditunggu-tunggunya selama satu jam penuh in, Ia adalah Tiara.
‘Mbak Yani!” teriak Tiara
“Hai Tiara!!! Bagaimana kabar kamu.
Mbak sudah menunggumu di tempat ini sudah satu jam lamanya. Tidak terjadi
apa-apa kan dengan kamu. Kenapa kamu tidak member kabar sama mbak?” Tanya
Aryani cemas.
“Alhamdulillah baik, mbak. Maaf Tiara
tidak bisa memberi kabar sama mbak. Karena HP Tiara mati dan selama
diperjalanan ada sedikat gangguan dengan bus yang Tiara naiki.” jawab Tiara.
“Syukurlah, tidak terjadi apa-apa
dengan kamu. Mbak lihat kamu sangat lelah. Bagaimana kalau kita bicarakan
sesampainya di rumah nanti saja.” Ujar Aryani.
“Baik mbak.”
Sehabis salat isya’ Aryani dan Tiara
berkumpul di ruang tengah. Mereka berdua saling berbagi cerita satu sama lain.
Tiara adalah anak dari buleknya Aryani. Tiara datang ke Jakarta karena disuruh
oleh ibu dan ayah Aryani untuk menemani
Aryani di rumah. Karena, ibu dan ayah Aryani sedang menjenguk nenek Aryani yang
sedang sakit, ditambah lagi dengan mas
Nino yang sedang melaksanakan tugas bersama teman-tamannya untuk berpetualang.
Tiara pu terpaksa untuk meminta izin kepada sekolah untuk tidak berangkat
sekolah selama tiga hari. Hanya bulek Marni lah saudara yang ibu punya, jika
terjadi apa-apa hanya minta bantuan sama bulek Marni. Kebetulan bulek Marni
punya anak perempuan yang seusia dengan Aryani, ia adalah Tiara. Aryani dan
Tiara hanya berbeda satu setengah tahun. Sebenarnya bulek Marni punya dua orang
anak, mereka adalah Tiara dan Angga. Angga adalah adik laki-laki Tiara.
Tiba-tiba Aryani melontarkan pertanyaan kepada Tiara.
“Ra, kenapa sih kamu mau memakai
jilbab seperti itu?” Tanya Aryani.
“Mbak, bukankah bagi wanita muslimah
yang sudah balig itu diwajibkan untuk memakai jilbab dan bukankah yan
diwajibkan itu harus dilaksanakan dan jika dilanggar itu berdosa? Mbak, wanita
yang memakai jilbab itu wanita yang mulia dan lebih dipandang terhormat. Apa
mbak tidak ingin dibilang wanita yang terhormat? Mbak itu sudah cantik, pintar,
dan baik, sayang sekali kulau mbak tidak memakai jilbab.
“Nih ya, mbak. Jika mbak disuruh
memilih diantara dua roti. Roti yang satu dijual dipinggir jalan dan roti itu
tidak dibungkus dengan wadah yang bagus, sudah terkena debu bahkan kotoran yang
tercemar. Mungkin juga sudah pernah dipilih-pilih oleh pembeli sebelumnya,
tidak dijamin kebersihan dan kualitasnya dan harganya pun sangatlah murah. Coba
dibandingkan dengan roti yang satunya lagi, berada ditoko yang mewah, dibungkus
dengan wadah yang sangat bagus, belum pernah ada yang memilih-milih roti itu
karena dijamin kualitas dan kebersihannya dan satu lagi harganya tak murah,
harganya sangatlah mahal, tak sembarang orang bisa membeli roti itu hanya
orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkannya. Nah mbak pilih yang mana?
Pasti mbak pilih roti yang kedua bukan?. . .
“Itulah mbak, cara agama islam
memperlakukan kaum wanita dan hanya itu saja yang bisa Tiara jelaskan. Mengenai
ini mbak bisa tanyakan langsung kepada orang yang lebih mengetahuinya.”
“Tapi bukankah orang yang sudah
memakai jilbab itu orang yang sudah mendapat hidayah dari Allah.?” Lanjut Aryani
“Oleh karena itu, mbak harus berdo’a
kepada Allah agar cepat-cepat diberikan.” Sambung Tiara.
Aryani hanya bisa terdiam dan
merenungkan diri ditempat itu. Tiba-tiba Tiara beranjak pergi dari tempat itu,
mungkin karena dia tau jika Aryani ingin ditinggal seorang diri. Tak terasa
sudah pukul 22.30. Aryani pun segera beranjak pergi dari ruang tengah itu dan
langsung menuju ke kamarnya. Sesampainya di kamar Aryani segera memasukan
buku-buku pelajaran untuk hari esok. Sudah satu jam ia berusaha untuk memejamkan
matanya, tetapi ia tak berhasil juga, kemudian diambilnya sebuah buku untuk
dibacanya, mungkin saja ia bisa tertidur. Tak lama kemudian Aryani pun tertidur
pulas.
Mentari mulai menyongsong dari ufuk
timur. Tetapi Aryani belum juga terbangun dari tidurnya. Tiara pun segera
membangunkan Aryani, kalau saja tidak bisa-bisa Aryani terlambat datang ke
sekolah. Aryani pun segera bangkit dan disambarnya handuk dan segera pergi ke
kamar mandi. Setelah itru pun ia segera memakai seragamnya dan segera bergegas ke
ruang makan.
“Kamu beli makanan ini dimana, Ra?”
Tanya Aryani.
“Tiara yang memasak sendiri kok mbak,
kebetulan tadi dikulkas ada bahan makanan yang tersisa. Ya terus Tiara masak
saja.” Sahut Tiara.
“Emang kamu bisa masak?” ujar Aryani.
“bisa dong mbak.” Jawab Tiara.
Aryani hanya memakan sedikit makanan
yang ada dimeja tersebut.
“Mbak berangkat dulu ya.”ujar Aryani.
“Loh tapi mbak, ini kan. . .”
Belum saja Tiara berbicara sampai
selesai, sudah dipotong terlebih dahulu oleh Aryani.
“Sudah terlambat nih.” Teriak Aryani
yang segera pergi dari tempat itu. Karena waktu terbatas Aryani terpaksa untuk menaiki bus. Sebab, sepeda
kesayangan Aryani bannya bocor. Sebenarnya jarak antara sekolah dan rumah
Aryani tidak terlalu jauh, tetapi karena Aryani takut terlambat ke sekolah,
jadi dia terpaksa untuk menaiki bus. Ini bukan kali pertamanya Aryani naik bus
untuk berangkat ke sekolah, jadi dia tak asing lagi dengan suasana bus yang
sangat sumpek, panas dan padat. Bahkan tak jarang juga kejahatan kriminal bisa
terjadi di bus.
Setiba di sekolah, ia baru saja ingat
kalau hari ini hari senin. Pasti saja ada acara rutin yang wajib untuk
dilaksanakan, yaitu upacara. Ketika Aryani akan ke lapangan ia baru teringat
bahwa ada sesuatu yang aneh pada dirinya . Dipandang teman-teman yang lain,
ternyata ia lupa tidak membawa topi, disitu Aryani tampak sangat panik. Untunglah
waktu itu ada teman sekelas Aryani yang mendekati dirinya, dia adalah Rio.
“Ada apa Aryani? Kelihatannya kamu kok
panik begitu?” Tanya Rio.
“Ehm. . . Ehm. . . E. . .” balas
Aryani.
Hanya kata “ehm” yang keluar dari
mulut Aryani.
“Ada apa?” sambung Rio.
“A…a….
Aku lupa bawa topi.” Sahut Aryani.
“Aku bawa dua. Bagaimana kamu maminjam
topi milikku atau tidak?” Tanya Rio lagi.
Hanya anggukan kepala yang Aryani
lakukan, tapi itu cukup menandakan bahwa ia mau meminjam topi milik Rio.
Kemudian diambilah topi milik Rio itu dan diserahkan kepada Aryani. Mereka pun
segera bergegas untuk ke lapangan. Upacara berjalan sangat lancar dan hikmat.
Sehabis pulang sekolah Aryani pun segera mengembalikan topi milik Rio.
“Ini Rio topi milik kamu. Terima kasih
banyak ya.” Ujar Aryani.
“Ya sama-sama Aryani.” Balas Rio.
“Ehm… Ehm…. Ehm…. Cie … cie…. Cie ….
Ada apa nih Aryani sama Rio?” ujar salah satu teman sekelas mereka.
“Ada apa sih kalian semua? Aku itu
Cuma ngembaliin topi milik Rio.” Balas Aryani.
“Ngembaliin atau ngembaliin?” timpal
salah satu siswa.
Dengan raut wajah merah merona, Aryani
segera meninggalkan tempat itu. Sesampainya di rumah ia segera masuk ke
kamarnya dan merenungkan kejadian tadi di sekolah, tanpa melepas seragamnya
terlebih dahulu. Tak lama kemudian Aryani pun segera sholat dhuhur, karena ia
baru sadar bahwa ia belum sholat. Setelah itu pun Aryani segera ke ruang makan
karena perutnya terasa sangat lapar, tetapi ia tidak menemukan apa-apa di meja
makan ataupun di kulkas. Dicari-carinya Tiara didalam rumah, tetapi Tiara tidak
ketemu juga. Aryani pun hanya duduk diruang makan, tak lama kemudian Tiara pun
datang.
“Mbak sudah menunggu Tiara lama ya ?”
Tanya tiara.
“Tidak terlalu lama kok.” Balas
Aryani.
“Maaf ya mbak, tadi Tiara habis
belanja, soalnya tidak ada bahan makanan untuk dimasak.” Jelas Tiara.
“Aduh Tiara, tidak apa-apa kok.
Seharusnya mbak yang minta maaf sama kamu. Karena mbak, kamu jadi susah kaya
begini dan maaf juga ya, karena mbak tidak bisa bantu kamu memasak soalnya mbak
tidak bisa masak sih. “ ujar Aryani.
“Iya mbak tidak apa-apa kok. Sesama
saudara kan seharusnya saling membantu satu sama lain. Ya sudah, mendingan mbak
duduk saja dulu.” Lanjut Tiara.
Tiara pun mengeluarkan barang
belanjaannya dan mulai memasak. Waktu itu Aryani memandang-mandangi wajah Tiara.
Aryani juga heran dengan Tiara, kenapa Tiara mau menutup kepalanya dengan
sehelai kian itu. Tapi jika dilihat baik-baik, Tiara memang gadis yang cantik,
baik, penurut, pintar, soleha ditambah lagi dengan kerudungnya benar-benar
wanita yang mendekati sempurna. Tiba-tiba segelintir pertayaan keluar dari
mulut Aryani.
“Sampai kapan kamu mau memakai
kerudung, Ra?” Tanya Aryani.
“Selamanya!” tegas Tiara.
Jawaban yang sangat singkat. Padat dan
jelas dan membuat Aryani terkejut dan terheran-heran dengan jawaban Tiara.
“Emang
ada apa?” Tanya Tiara.
“Ohh tidak apa-apa. Seandainya kamu jadi artis atau modeling kamu mau tidak,
tapi kamu hrus melepas jilbab kamu?” Tanya Tiara.
“Tidaklah mbak.”
“Loh, kenapa? Itu kan rejeki buat
kamu.”
“Kalau rejeki itu tidak bakalan lari
kemana-mana mbak. Memangnya ada apa sih mbak, kok mbak tanya-tanya seperti
itu?” sambung Tiara.
“Tidak apa-apa. Sudah lanjutin saja
masaknya nanti hangus loh masakannya.” Suruh Aryani.
Makanan telah siap saji di meja makan.
Merekapun segera memakan makanan itu secara bersama sama di ruang makan.
Tidak terasa sudah tiga hari Tiara
berada di rumah Aryani. Sesuai dengan dengan kesepakatan semula, Tiara hanya
menemani Aryani selama tiga hari saja. Meskipun orang tua Aryani belum pulang,
tetapi Tiara harus pulang ke Pekalongan. Siang itu Aryani membantu Tiara untuk
berbenah. Sebenarnya juga Tiara masih ingin tinggal di rumah itu. Tetapi,
karena Tiara harus melanjutkan sekolahnya yang sudah tertinggal selama tiga
hari dan ia harus tetap pulang, biar saja nanti saat liburan tiba, Tiara yang
berlibur ke Jakarta saja. Dengan berat hati, Aryani pun mengantar Tiara untuk
ke terminal. Sebelum Tiara menaiki bus, Aryani dan Tiara berpelukan terlebih
dahulu. Suasana haru pun terjadi di sana.
“Tiara, jaga baik-baik dirimu selama
diperjalanan. Jangan lupa beri kabar sama mbak kalau kamu sudah sampai di
pekalongan. Oh ya, salam juga buat bulek, paklek dan Angga di rumah.” Ujar
Aryani.
“Baik mbak. Oh ya mbak, simpan
baik-baik gelang ini. Meskipun gelang ini bukan gelang asli. Tapi, anggaplah
gelang ini sebagai kenang-kenangan dari Tiara.” Ujar Tiara.
“ Baik, Ra. Maaf juga ya, mbak tidak
bisa member kamu apa-apa dan maaf juga selama ini mbak sudah banyak ngerepotin
kamu. Hati-hati Tiara.”
Air mata pun tumpah dari kedua mata
merekayang tak kuasa menahannya. Aryani pun melambaikan tangan kepada Tiara.
Tiara pun membalas dengan hal yang sama. Bus melaju dan bergegas meninggalkan
terminal. Setelah itu pun Aryani pulang ke rumah. Suasana rumah menjadi sunyi,
tiada lagi canda tawa dari Tiara yang menghiasi rumah tersebut. Aryani segera
memasuki kamarnya, sehabis sholat Ashar Aryani langsung menonton televisi di
ruang tengah. Ketika Aryani sedang asyik-asyik menonton televisi, tiba-tiba
terdengar ada suara orang yang mengetuk pintu. Aryani pun segera membukakan
pintu tersebut. Aryani sangat lah terkejut dengan kedatangan orang tersebut,
ternyata itu adalah kedua orang tuanya. Aryani pun segera memeluk dan mencium
tangan kedua orang tuanya.
“Ayah . . . Ibu . . .”
“Bagaimana kabar kamu, Nak?” ujar ibu.
“Alhamdulillah, Aryani baik-baik saja
kok “ ujar Aryani.
“Ohh . . . syukurlah” tukas ayah.
Bagaiman dengan kabar ayah dan ibu?”
tanya Aryani
“Alhamdulillah, ayah dan ibu baik-baik
saja kok” ujar ayah.
Mereka bertiga pun segera ke ruang
tengah dan menceritakan kejadian ayah dan ibu selama di rumah nenek dan selama
Aryani ditinggal di rumah bersama Tiara.
“Bu, tadi siang Tiara sudah pulang ke
Pekalongan.” Ujar Aryani.
“Benarkah? Wah ibu belum sempat
bertemu dengan Tiara dong.” Ucap ibu.
“Yah, bagaimana dengan kabar nenek?”
tanya Aryani.
“nenek sudah lumayan membaik kok.”
Jawab ayah.
“Ohh. Lah mas Nino pulangnya kapan?”
tanya Aryani.
“kalau tidak salah sih besok.” Jawab
ibu.
“Benarkah itu, Bu? Ya sudah Aryani mau
ke kamar terlebih dahulu ya.”
“Ya” ujar ibu.
Tepat pukul 21.00 Aryani baru selesai
belajar ilmu ekomoni. Setelah itu Aryani segera membaca novel yang dipinjannya
dari Rio tadi siang. Aryani juga sebenarnya heran dengan tingkah laku Rio
akhir-akhir ini dengan dirinya, yang menjadi sangat baik, perhatiaan dan
sangatlah ramah dengan dirinya. Apakah Rio . . . “Akh itu semua sangat
mustahil.” Bisik Aryani dalam hati. “Tok. . . tok . . .tok . . .” suara itu
mengagetkan dirinya yang sedang asyik-asyik membaca novel.
“Siapa?” tanya Yani dari dalam kamar.
“Bolehkah masuk?” tanya orang diluar.
“Masuk
saja, toh pintunya tidak tidak dikunci.” Ujar Aryani.
Aryani pun segera menolah ke belakang.
Tak disangka, ternyata orang itu adalah mas Nino. Mas Nino segera memeluk
erat-erat adiknya untuk melepas rasa
kangen kepada adik kesayangannya itu.
“Loh, mas Nino kok sudah pulang? Kata
ibu mas pulangnya kan besok.” Tanya Aryani.
“Mas kan sudah kangen sama adik mas
ini, yang sangat cerewet, bawel, bandel dan nyebelin ini.” Tukas mas Nino.
“Ikh, mas Nino, biasa aja kali. Gak
usah berlebihan kaya gitu.” Ujar Aryani.
“ He . . . he . . . he . . . he . . .
Just kidding Yani.”
Cukup lama kakak-adik itu mengobrol
satu sama lain. Mungkin sudah satu minggu mereka tidak berjumpa.
Ditengah-tengah obrolan mereka tiba-tiba mas Nino memutus obrolan kea rah yang
lain.
“Ohh ya Yani, besok mas mau bawa teman
mas ke rumah dan mau mas kenalin ke kamu.” Ujar mas Nino.
“Siapa mas? Cowok atau cewek? Hayooo
pasti pacarnya mas ya?” ledek Aryani.
“Rahasia dong. Lihat saja besok.” Ujar
mas Nino.
“Dihhh, mas Nino. Kaya gitu banget sih
sama adiknya.” Paksa Yani.
“Sudah malam nih, sudah kamu tidur
dulu.” Ujar mas Nino.
Tiba-tiba Aryani melempar bantal
guling tepat disasaran tubuh Masnya itu. Mas Nino pun tak pedulikan itu, karena
itu sudah hal yang biasa Yani lakukan. Aryani memang sangat manja dengan masnya
itu.
Siang
itu Aryani diantar pulang oleh Rio. Karena masnya tak kunjung datang
menjemputnya. Terpaksa Aryani haru membonceng Rio. Sebelum Rio pulang, Aryani
mengeluarkan novel dari dalam tasnya yang dipinjamnya kemarin dari Rio. Tak
sengaja mas Nino melihat adik kesayangannya itu diantar pulang oleh Rio.
Setelah Aryani masuk ke dalam rumah, ia pun jadi bahan ledekan masnya itu. Tapi
kali ini Aryani tidak jengkel dengan ledekan dari masnya itu. Masnya pun merasa
bahwa dirinya dicuekin oleh adiknya. Aryani pun segera mengganti seragamnya itu
dan lekas-lekas makan siang. Setelah Aryani makan siang, ia diajak keluar oleh
mas Nino, disitu Aryani diperkenalkan sama teman mas Nino yang sudah dijanjikan tadi makam.
“Perasaan Aryani pernah bertemu dengan
orang itu deh mas. Tapi dimana dan kapan ya, Aryani pernah ketemu?”, bisik
Aryani kepada masnya.
“Benarkah?”, tanya mas Nino.
“Ya. . . tapi siapa ya? Ohh ya, Aryani
baru saja teringat. Waktu itu Aryani pernah bertemu dengan orang itu di
terminal, waktu nungguin Tiara.”, ujar
Aryani.
“Benar kalian pernah bertamu?”, tanya
mas Nino.
“Ya.”, jawab lelaki itu
Ternyata orang yang ditemui Aryani di
terminal adalah mas Ray. Mas Ray adalah teman mas Nino. Tapi waktu petualangan
mas Ray tidak ikut. Tiba-tiba handphone Aryani bergetar, ternyata sms dari
Tiara. Sebenarnya Tiara sudah sampai di Pekalongan tadi malam, tetpi ia baru
sempat memberikan kabar.
Sebulan kemudian Ayani mendapat
brosur lomba modeling dari sekolah untuk
tingkat SMA, tetapiu persyaratannya harus memakai busana muslim dan memakai
kerudung. Sebenarnya Aryani tidak ada niatan untuk mengikuti lomba tersebut,
tapi karena desakan dari kedua orang tua Aryani dan mas Nino, akhirnya pun
Aryani mengikuti lomba tersebut.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Aryani datang kesana diantar oleh ibu dan mas Nino. Saat itu Aryani sangatlah
gugup, tetapi karena ditemani oleh ibu dan masnya tercinta ia pun bisa melewati
rasa gugupnya itu.
Jantung Aryani berdebar sangat kencang,
karena pada waktu itu adalah detik-detik yang paling mendebarkan, karena pada
waktu itu akan dibacakan pemenangnya. Keringat dingin pun keluar mengucur.
Tetapi usaha Aryani tidak sia-sia. Ia mendapatkan juara dua. Aryani pun tak
kuasa menahan air matanya, begitu pun dengan ibu dan masnya. Ia pun segera
sujud syukur dipanggung. Ini merupakan kebanggan tersendiri buat Aryani.
Kemudian mas Nino memberi tau kabar kepada ayah tentang kemenangan Aryani.
Rencananya juga setelah ini kelurga Aryani akan menggelar tasyakuran
kecil-kecilan di rumah, dan setelah mengadakan tasyakuran Aryani dan keluarga
akan pergi ke Pekalongan. Ke rumah Tiara.
Setelah sampai rumah, Aryani sepakat
bahwa dirinya akan menggunakan kerudung untuk seterusnya. Tiba-tiba suara
telepon bordering. Aryani pun segera mengagkat telepn tersebut. Ternyata
telepon itu dari bulek Marni. Bulek Marni memberikan kabar bahwa Tiara sudah
meninggal. Tiara meninggal karena terserempat truk waktu sedang mengendarai
sepeda motor ketika menuju ke pasar. Aryani pun jatuh terjerembab di lantai dan
telepon yang berada digenggaman tangannya terjatuh. Sontak ibu, ayah dan mas
Nino pun terkaget.
“Ada apa Aryani?”, tanya ibu.
“Yani, ada dek? Kamu kenapa?”, tanya
mas Nino.
“Ti. . . ti. . .tiara.”, sambung
Aryani.
“Tiara kenapa?”, tanya ayah panic.
“Tiara terserempat truk dan
meninggal.”, ujar Aryani.
“Inalillahi wainailahirojiun.”
Tangis pun pecah dirumah itu. Semuanya tak
menyangka dengan apa yang terjadi dengan Tiara. Mereka pun segera berangkat le
Pekalongan neskipun mlam-malam.
Sesampainya disana Aryani jatuh
terjerembab dilantai. Aryani melihat mayat Tiara yang sudah terbujur kaku.
“Tiara bangun, Ra. Ini mbak, bangun.
Lihat mbak sekarang, lihat. Mbak sudah seperti kamu. Ayo bangun.”, tangis
Aryani pun pecah.
“Sudah Aryani, ikhlaskan saja Tiara.
Jangan kamu tangisi dia. Nanti dia tidak tenang disana.”, bujuk bulek Marni.
“Yni sudah, kamu menangis lagi.
Jenazah Tiara akan segera dimandikan.”, ujar mas Rio.
Setelah dimandikan, jenazah Tiara pun
disholatkan dan rencananya akan segera dimakamkan pukul 10.00 pagi, di TPU
terdekat. Menurut tradisi jawa, jika ada orang yang meninggal, maka kaum wanita
dilarang untuk ikut ke makam. Ayah, ibu, mas Nino dan Aryani rencananya akan
tinggal di rumah bulek Marni terlebih dahulu.
“Baik Tiara, mbak Yani akan menjadi
wanita sepertimu. Mbak persembahkan ini untuk kamu.”, bisik Aryani dalam hati.
Setelah tiba di Jakarta, Aryani
menjalani hari-harinya iti dan masih tetap memakai jilbab.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar